Pelayanan Kesehatan Tanpa Batas Geografi: Membangun Kepercayaan dan Konektivitas Data di Asia Tenggara

3 minutes reading
Saturday, 18 Oct 2025 06:58 12 Redaksi

JAKARTA || Jutaan masyarakat di kawasan Asia Tenggara setiap tahun melakukan perjalanan lintas-negara untuk bekerja, menempuh pendidikan, atau menjalani perawatan Medical Tourism. Dibalik mobilitas yang tinggi ini, muncul kebutuhan mendesak akan interoperabilitas data kesehatan regional, agar rekam medis tidak berhenti di batas negara.

Hal tersebut diungkapkan Prof. Dr. Eko Supriyanto P.H.Eng, Presiden Perkumpulan Teknik Pelayanan-Kesehatan Indonesia (PTPI) melalui keterangannya kepada wartawan, Jum’at (17/10).

Diketahui, laporan Migration Outlook Asia Tenggara 2024 mencatat lebih dari 23,6 juta penduduk di kawasan ini tinggal di luar negara asal, dengan 7 juta di antaranya migran intra, Asia Tenggara.

Sementara itu, wisata kesehatan (Health Tourism) mencatat lebih dari 3 juta perjalanan medis internasional per tahun, terutama ke Thailand, Malaysia dan Singapura (Healthcare Market Outlook Asia Tenggara 2023).

Namun, kolaborasi lintas-batas menghadapi sejumlah tantangan:

● Perbedaan regulasi data pribadi, yang mempersulit transfer antarnegara.

● Standar teknis dan terminologi medis belum seragam, menghambat integrasi sistem EHR.

● Kesenjangan infrastruktur dan SDM digital, terutama di negara berkembang.

● Risiko keamanan siber dan kepercayaan publik, yang menuntut tata kelola transparan.

Menurutnya, Negara-negara di Asia Tenggara kini menjajaki pembentukan kerangka interoperabilitas data kesehatan sejalan dengan Digital Masterplan Asia Tenggara 2025. Seiring dengan itu, penting bagi setiap negara untuk meningkatkan pemanfaatan data, memperkuat kolaborasi antar-tenaga ahli (expertise sharing), serta mengoptimalkan fasilitas kesehatan yang ada agar konektivitas lintas-negara benar-benar memberikan dampak bagi pasien dan masyarakat.

Beberapa langkah yang digagas meliputi:

● MoU lintas-negara tentang pertukaran data medis.

● Pilot project antar-rumah sakit regional untuk uji interoperabilitas.

● Forum teknis dan kebijakan bersama regulator, profesi, dan penyedia teknologi.

Dengan populasi lebih dari 680 juta jiwa, Asia Tenggara berpotensi menjadi model kerja sama kesehatan digital dunia. Setiap negara memiliki pengalaman unik, dari electronic medical records di Singapura, universal coverage di Thailand, hingga sistem rujukan digital di Indonesia dan Filipina.

Integrasi dan pemanfaatan data yang lebih luas akan mempercepat inovasi serta meningkatkan efisiensi layanan kesehatan di seluruh kawasan. Pertukaran keahlian medis, optimalisasi fasilitas dan akses data yang aman akan menjadi fondasi penting untuk menghadirkan layanan yang berkelanjutan dan inklusif bagi semua.

Isu strategis ini akan menjadi salah satu topik utama dalam Seminar INAHEF 2025, yang akan berlangsung di Gedung SMESCO Indonesia, Jakarta, pada 23 Oktober 2025 Sekitar Jam 13.00-15.00 WIB.

Seminar tersebut akan menghadirkan narasumber lintas-sektor, termasuk Narasumber dari Sekretariat Asean, Kementrian Kesehatan Malaysia, Rumah Sakit Umum Singapura dan Perkumpulan Teknik Pelayanan Kesehatan Indonesia.

Dalam acara ini turut diundang Rumah Sakit, Kementerian Kesehatan, Asosiasi dan Perguruan Tinggi juga akan turut hadir memberikan masukan dan berbagi pengalaman langsung.

“Melalui forum ini, Indonesia diharapkan dapat berperan sebagai katalisator dalam membangun ekosistem data kesehatan Asia Tenggara yang terhubung, terpercaya dan berorientasi pada mutu layanan, demi masa depan kesehatan tanpa batas geografis,” pungkasnya. (Red).

No Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

LAINNYA